Hemat Bukanlah Pelit
Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW
bersabda,”Tidak akan bergeser dua telapak
kaki seseorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai
pertanggungjawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskannya, tentang ilmunya
bagaimana di mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke
mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.”
[Riwayat at-Tirmidzi (no. 2417), ad-Daarimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 7434)
Hadist tersebut menjelaskan
kewajiban dalam mengatur pembelanjaan terkait harta dengan menggunakannya untuk
hal-hal yang baik dan yang diridhai oleh Allah SWT, sebab di hari kiamat kelak
manusia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai harta yang kita belanjakan
ketika berada di dunia [Lihat kitab “Bahjatun
naazhirin syarhu riyaadhish shaalihin” (1/479].
Tapi, dalam memenej keuangan ini
tidaklah dengan cara harus pelit atau kikir. Karena, cara ini tidaklah
merupakan cara untuk hemat dalam syariat. Allah SWT berfirman;
“Dan janganlah
kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (terlalu kikir) dan janganlah
kamu terlalu mengulurkannya (terlalu boros), karena itu kamu menjadi tercela
dan menyesal.” (al-Israa’: 29).
Imam asy-Syaukani pada saat
menafsirkan ayat tersebut, Ia berkata:”arti ayat ini: tidak diperbolehkan bagi
manusia untuk menahan (hartanya terlalu berlebihan) sehingga menyulitkan
dirinya sendiri dan keluarganya, dan tidak diperbolehkannya berlebihan dalam
berinfak (membelanjakan harta) sampai over dari kebutuhan, sehingga
menjadikannya musrif
(berlebih-lebihan / mubazir). Oleh karenanya ayat ini berisi larangan dari
sikap ifrath (melampaui batas) dan tafrith (terlalu longgar), yang ini
menciptakan kesimpulan bahwa disyariatkannya bersikap moderat, yaitu sikap yang
adil dan seimbang yang dianjurkan oleh Allah SWT” [Kitab “Fathul Qadiir” (3/318).
Semoga kita sebagai seorang muslim
khususnya dapat memanajemen harta yang kita miliki, salah satunya dengan
bersikap moderat. Sebab harta hakikinya merupakan titipan dari Allah SWT, yang
ketika diberikan kepada orang lain, belum tentu membuat kita miskin karena
harta yang diberikan itu juga merupakan hak orang lain. Sehingga ketika hak
orang lain telah terpenuhi, tentulah Allah SWT akan memberikan titipan harta
yang lebih banyak dan baik lagi. Kemudian juga, harta yang ditimbun-timbun
tidak memungkinkan bagi kita lekas menjadi kaya. Oleh karena, menimbun akan
malah membuat siklus harta berhenti atau lambat yang akibatnya pula harta yang
kita miliki tidak berkembang atau rezeki malah surut.